Planetarium Riwayatmu Main Bola hingga Teleskop Uzur

Jakarta, CNN Indonesia --

Widya Sawitar mencoba memutar kembali ingatan masa kecil ketika dia menyambangi Planetarium Jakarta di kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat.

"Dulu ini Planetarium tempat saya main sepeda, bola dan sebagainya. Dari lahir saya tinggal di Jakarta, dan besar di sini. Kebetulan kalau lagi libur suka diajak orang tua juga ke sini (Planetarium)," ujar Widya saat ditemui CNNIndonesia.com di Planetarium Jakarta, Senin (27/9) lalu.

Tak pernah disangka ternyata dia akhirnya bisa meniti karir di tempatnya menghabiskan liburan saat bocah.


Seingat Widya, lahan kosong di kawasan Planetarium ketika dia masih belia amat sangat luas.

Sejarah Planetarium

Planetarium pertama kali beroperasi pada 1969 oleh Presiden Republik Indonesia pertama, Soekarno. Ia ingin membangun sebuah Planetarium dan Observatorium di Indonesia, walaupun waktu itu sudah berdiri Observatorium Bosscha di Lembang.

Pendirian planetarium ini dimaksudkan agar masyarakat Indonesia tak lagi percaya pada tahayul, khususnya yang berhubungan dengan benda-benda langit seperti gerhana dan munculnya komet yang sering dikaitkan dengan malapetaka, bencana alam, atau perginya seorang pembesar, dan sebagainya yang sifatnya merugikan.

Adapun maksud pendirian observatorium yang tergabung dengan planetarium adalah sebagai pelengkap agar rakyat juga dapat meneropong benda-benda langit untuk mendapat gambaran yang sebenarnya setelah diberi pengetahuan tentang astronomi melalui pertunjukan planetarium.

Menurut Widya, di kawasan TIM saat itu hanya berdiri dua bangunan, yakni Planetarium dan gedung teater terbuka yang kini menjadi gedung Teater Besar TIM.

Di sana juga Widya berkenalan dengan astronomi. Rasa penasaran terhadap soal perbintangan akhirnya menuntun Widya meneguhkan hati mendalami ilmu astronomi di Institut Teknologi Bandung. Kini, dia bertugas menjadi salah satu penceramah pertunjukan di Planetarium Jakarta.

Planetarium terbesar pada masanya

Pada saat dibangun, Planetarium Jakarta disebut Soekarno merupakan menjadi planetarium yang terbesar di dunia. Selain itu, Planetarium Jakarta merupakan yang pertama di kawasan Asia Tenggara. Indonesia mengungguli negara-negara tetangganya.

Dalam pidatonya lagi Bung Karno berujar, "planetarium akan kita dirikan di Jakarta ini, di tempat ini, adalah planetarium yang terbesar di seluruh dunia ... sehingga di bawah kubah itu bisa duduk orang. Lima ratus orang. Di lain-lain tempat cuma tiga ratusan saudara-saudara ini Indonesia bukan main," seperti dikutip dari Langit Selatan.  

Telan biaya besar

Pembangunan Planetarium Jakarta ini pun menelan biaya yang tak sedikit. Pembangunan gedung Planetarium sendiri menghabiskan uang milyaran rupiah. Belum lagi perkakas planetariumnya yang (atas rekomendasi tenaga-tenaga ahli dari Observatorium Bosscha) harus dipesan khusus dari Jena, Jerman Timur kala itu, tentu akan menghabiskan sekian juta dollar Amerika.

Sehingga, agar tidak membebani keuangan negara, Presiden Soekarno meminta partisipasi utama pihak swasta dalam proyek Planetarium Jakarta. Saat itu, perusahaan-perusahaan swasta yang tergabung dalam Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI) bersedia membiayai pembangunan gedung Planetarium Jakarta.

Berdasarkan sebuah catatan, GKBI menyediakan dana sebesar Rp 1,67 miliar yang diturunkan secara berangsur tiga kali untuk membiayai pembangunan gedung planetarium tahun 1964, 1965, dan 1966.

Sementara biaya untuk pembelian mesin proyektor planetarium dan teropong bintang dari perusahaan Carl Zeiss-Jerman sebesar US$1,5 juta ditanggung sebuah yayasan yang sengaja dibentuk Bung Karno untuk mendanai berbagai keperluan pembangunan. Yayasan ini akan menghimpun dana-dana komisi yang biasa didapat dari pembelian suatu barang ke luar negeri.

Pembiayaan dan pelaksanaan pembangunan Proyek Planetarium Jakarta diatur dalam surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No 155 tahun 1963 yang ditandatangani Presiden pada 26 Juli 1963.

Dalam pembangunannya, pembangunan Planetarium Jakarta sempat terhenti karena suasana politik negara yang kacau, terutama ketika pecah pemberontakan G30S/PKI. Dana dari GKBI tidak lagi lancar mengalir. GKBI hanya mengeluarkan sebagian saja dari yang telah dianggarkannya. Untunglah kemudian pada akhir 1967 pembangunan Planetarium Jakarta kembali dilanjutkan sedikit demi sedikit, dibantu dengan dana dari Pemerintah Daerah DKI Jakarta.

Berlanjut ke halaman berikutnya >>>

Planetarium, Bola dan Teleskop Uzur BACA HALAMAN BERIKUTNYA

Artikel Terkait

Belum ada Komentar untuk "Planetarium Riwayatmu Main Bola hingga Teleskop Uzur"

Posting Komentar